Sejak zaman dahulu kala hingga kini, baik secara individu, rumpun, suku bangsa atau negara, maupun perkembangan Vitalitas dan visinya, justru harus ditinjau dari intensitas konotasi kebudayaannya!
Pada tanggal 17 Januari 2014, Perkumpulan Marga Wu di Surabaya menyelenggarakan aktivitas perayaan dengan upacara sembahyang leluhur, dalam rangka memperingati nenek moyang dari keturunan Marga Wu tersebut, sehingga kita perlu lebih mengenal warisan dan historikal budaya dari “Budaya Marga Wu” dan “Kebudayaan Wu” yang dijelaskan sebagai berikut:
1.Budaya Marga Wu yang dikenal dengan predikat “Rendah Hati dan Moralitas Tinggi” atau “Rendah Hati serta Bakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara”. Peninggalan budaya tersebut diberikan kepada Bangsa Tionghoa atau keturunan Marga Wu sebagai warisan budaya, satu hal yang paling penting yakni “Berbakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara”, kedua adalah “Rendah Hati” dan “Rasa Hormat” atau “Hidup Harmonis”! Demi mematuhi keinginan orang tua, Kongco Taibo merelakan takta kerajaan diserahkan kepada adik ketiga yang bernama Ji Li, beliau mengajak adik kedua yang bernama Zhong Yong melarikan diri ke wilayah Jiangnan yang gersang membuka lahan sendiri untuk mendirikan Negara Wu. Oleh karena Marga Wu mempunyai warisan budaya “Rendah Hati serta Bakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara”. Setelah 600 tahun, Kongco Ji Zha menyebarluaskan kebajikan tersebut terus menerus selama 3000 tahun, bangsa Tionghoa dengan budaya “Berbakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara” telah menggetarkan Nabi Kong Hu Cu, sehingga beliau menetapkan artikel pada buku yang berjudul “Lun Yu”, urutan pertama adalah “Berbakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara” sebagai warisan budaya bangsa Tionghoa; urutan kedua adalah “Rendah Hati”、“Ramah Tamah” atau “Apresiasi Kehormatan”.
2.“Zhi De” adalah etika yang tertinggi, disebut pula“Berbakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara”. Dalam Teori Takdir China ada 6 aspek, yaitu surgawi,nasib, mujur, apes, kebajikan, keadilan. Pasal pertama dari nasib kehidupan orang ialah “Berbakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara”, sehingga “Budaya Marga Wu” bisa turun-temurun selama 3000 tahun lebih sampai sekarang, oleh karena kepatuhan dan bisa mengikuti perkembangan zaman.
3.Maha karya Kongco Tai Bo sebagai Maha Karya “Pengabdian” atau “Kebajikan” mencakup 3 makna : a. Beliau rela 3 kali melepaskan diri dari 42 takhta kerajaan dinasti Zhou yang bisa berlanjut selama 800 tahun dengan kinerja cemerlang ; b. Beliau menerapkan konsep prospektif dari “Budaya Marga Wu” yang rendah hati, harmonis dan inovatif untuk mengubah daerah Jiang Nan yang brutal, lalu menyuntikan pula ke wilayah Jiang Nan yang berkonotasi budaya senilai kandungan emas ; c. Beliau telah membina kebudayaan Jiang Nan dengan panorama indah yang brilian, keajaiban gemilang “Budaya Marga Wu” berkelanjutan selama 3000 tahun. Yang lebih aneh lagi adalah istilah dalam konstitusi PBB yang berbunyi “Perdamaian”, “Kerjasama”, “Pengembangan” , artinya mendekati konotasi gagasan “Budaya Marga Wu” pada zaman dahulu kala!
4.Penilaian Nabi Kong Hu Cu terhadap derajat Kongco Tai Bo sangat tinggi, sehingga dalam buku “Lun Yu” ada halaman 8 dari Tai Bo ; Nabi Kong Hu Cu bersabda : Kongco Tai Bo bisa berpredikat “Kebajikan Tertinggi”. 3 kali mentolerir, dipandang suatu perbuatan yang terpuji. Nabi Kong Hu Cu bersabda pula : Cendekiawan harus perspektif!
5.Di Chang Zhou China ada sebuah vihara “Ji Zi”(Kongco Ji Zha). 2800 tahun yang lalu hingga kini, penduduk setempat masih suka datang sembahyang, beribadah sebagai rasa apresiasi dan rindu, serta menjunjung tinggi terhadap pribadi Kongco Ji Zha yang berjiwa kesatria dan berakhlak.
6.Nabi Kong Hu Cu sangat menghormati kepribadian Kongco Ji Zha, sehingga di batu nisan makam Raja Ji Zi tertera tulisan yang menyerukan spirit untuk segenap keturunan marga Wu. Diluar kota Chang Zhou China masih ada bangunan keraton turunan Raja Ji Zi yang dinamakan “Kota Genangan”, sekarang merupakan objek wisata yang terkenal.
7.Semboyan semangat “Budaya Marga Wu” dari leluhur yang memiliki kebudayaan “Bakti Pada Orang Tua & Saudara”, “Rendah Hati & Harmonis”, “Merintis & Inovatif”. Kini kebudayaan Jing Nan di wilayah sekitar Jiang Su dan Zhe Jing yang meliputi Su Zhou, Wu Xi dan Chang Zhou sudah sangat gilang gemilang. Apalagi pada zaman dahulu Su Zhou dinamakan Daerah Wu, ada pula yang mengatakan Su Zhou adalah surga. Karena diwarnai dengan aneka ragam kesenian, panorama alam yang sangat menakjubkan! Dalam catatan sejarah hanya “Negara Wu” dan”Budaya Wu” zaman dahulu punya pengaruh kuat yang bisa diwariskan hingga sekarang, rakyat jelata setempat patut merasa bangga.
8.Wihara “Tai Bo” yang berlokasi Wu Xi desa Mei Li menjadi focus peninggalan budaya di China sebagai unit bangunan dilindungi Negara. Dalam catatan sejarah, ketika Kongco Tai Bo wafat, puluhan ribu rakyat jelata turut melayat. Karena Kongco Tai Bo semasa hidupnya gemar bercocok tanam pohon rami, maka dalam perjalanan mengantar jenazah, para penduduk mengenakan pakaian dari rajutan rami dan dilengan kiri menyematkan selembar kecil kain warna hitam sebagai symbol turut belangsungkawa. Konon bila ada orang tua meninggal dunia, anak-anak dari kalangan rakyat di China, masih mentaati adat istiadat tersebut yang dimulai sejak zaman itu.
9.Zaman dahulu di dunia ada 4 besar Negara tua yang beradab : Babylon, Mesir, India dan China. Mengapa hanya peradaban kebudayaan Tionghoa kuno yang masih eksis? Karena sudah ada “Budaya Berbakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara” maka muncul budaya keluarga, selanjutnya ada etika takdir. Dalam peradaban budaya keluarga yang sudah mempunyai “Takdir” dan “Berbakti Pada Orang Tua dan Sayangi Saudara”, berarti peradaban Tionghoa zaman dahulu merupakan peradaban budaya spirit Tionghoa yang tumbuh untuk selama-lamanya. Menurut penelitian sejarahwan dunia, sesungguhnya peradaban budaya keluarga dan budaya bakti kepada orang tua serta menyayangi saudara, bisa membuat “Peradaban Budaya Spirit Tionghoa” zaman dahulu dapat perlindungan dari hukum alam dan takdir sampai sekarang, atau senantiasa bisa memancarkan sinar kehidupan.
Perkumpulan Marga Wu Hongkong, sekitar 60 tahun yang silam telah mendirikan “Sekolah Peringatan Tai Bo Leluhur Marga Wu”, pendidikannya berorientasi pada budaya Confusius sebagai pelajaran wajib sehari-hari. Pada tahun 1953, Perkumpulan Marga Wu Surabaya mendirikan pula “Sekolah Menengah Kai Ming”, kemudian pada tahun 1966 tidak beruntung, sekolah ditutup semasa rezim Soeharto memegang kekuasaan. Kita menaruh harapan kepada Perkumpulan Marga Wu Surabaya, pada suatu hari akan mendirikan kembali sebuah sekolah yang bisa mendorong budaya Tionghoa dan menciptakan prestasi cemerlang!
Diterjemahkan oleh:
Ali Husein