King Ho Ping
敬和平Jing He Ping

Posted : 18 November 2015


Asal Muasal

Ada satu dari 3 persembahyangan bagi semesta yang sudah dilakukan oleh masyarakat agraris di Tiongkok dari sejak jaman dahulu – yang mula-mula – dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Itulah persembahyangan Tiong Guan (dialek Hokian) / 中元节 zhōng yuán jié yang kemudin - di kalangan masyarakat Tionghoa - popular sebagai 鬼节guǐ jié / Festival Of The Hungry Ghost / Hungry Ghost Festival / Festival Hantu Lapar / Hari Raya Hantu; umumnya dilaksanakan pada tanggal 15 bulan 7 ( jit gwe, menurut dialek Hokian) penanggalan Imlek / 阴历 yīnlì ( tahun ini jatuh pada tanggal 28 Agustus 2015 ), sehingga juga disebut juga 七月半qī yuè bàn, pertengahan bulan 7. Walaupun sebenarnya festivalnya sendiri berlangsung dari mulai tanggal 1 hingga akhir bulan 7 Imlek ( berlangsung 1 bulan penuh ). Sehingga bulan 7 Imlek dikenal juga sebagai 鬼月guǐ yuè / Ghost Month / Bulan Hantu

Persembahyangan Arwah Umum

Dari makna dan tujuan awal sebagai persembahyangan leluhur, persembahyangan bulan 7 ini berkembang sebagai Persembahyangan Arwah Umum ( King Ho Ping / 敬和平jìng hépíng ). Ini merupakan wujud kewajiban manusia pada para arwah – yang oleh satu dan lain hal – tak mendapatkan doa-doa dari keluarga dan kerabatnya. Oleh sebab itu, para arwah itu harus didoakan dan dibuatkan upacara persembahyangan agar beroleh ketenangan sehingga berhasil dipersatukan 灵魂línghún (Sukma dan Arwah) nya untuk kemudian kembali ke haribaan Tuhan yang kekal.

Persembahyangan kepada Arwah Umum dikaitkan dengan kewajiban kepada keperhatian terhadap yang terlantar meliputi kehidupan sosial dunia akhirat dalam tata masyarakat ( di bumi / dunia ) di tengah siklus kehidupan tahunan.

Sebagaimana kita tahu, banyak orang meninggal tanpa sanak saudara ataupun keturunan. Bisa juga saat meninggalnya tidak diketahui keberadaannya oleh keluarganya. Sehingga mereka tidak mendapat persembahyangan yang layak, tidak pernah mendapatkan doa-doa dari kerabatnya. Maka menjadi kewajiban kita untuk memanjatkan doa khusus buat mereka ini, agar arwahnya tenang, legawa dan perjalanan Ling Hun nya lancar kembali keharibaan Tuhan.

Bulan 7 diyakini sebagai Bulan Arwah. Bulan di mana hantu atau para arwah itu dilepaskan dari pintu neraka untuk keluar ke dunia. Hantu / Arwah diberi "cuti" 1 bulan penuh boleh "berlibur" ke dunia. Maka bulan 7 dianggap sebagai waktu "buruk" dengan hawa "buruk" sehingga akan banyak terjadi kecelakaan, peristiwa-peristiwa buruk yang tak terduga dikarenakan ulah dari para hantu/arwah yang selama 1 bulan penuh berkeliaran dunia itu.

Sembahyang King Ho Ping dilaksanakan pada tengah hari dan dilakukan di luar rumah. Maka pada bulan 7 akan tampak rumah-rumah Ibadah maupun keluarga menyelenggarakan persembahyangan ini. Disajikan makanan sebagaimana layaknya manusia hidup, dibakar dupa dan kertas persembahyangan ( yang diyakini sebagai "bekal uang" yang laku dibelanjakan di alam mereka ).

Di luar negeri pelaksanaan persembahyangan ini sangat marak. Di China Town akan tampak berjejer-jejer meja sembahyang di depan rumah-rumah sepanjang jalan. Mereka begitu meyakini kepercayaan ini. Selain amal kepada yang sudah tiada, mereka juga yakin para arwah hantu setelah mendapat doa-doa menjadi tenang. Setelah mendapat sajian tidak lapar lagi, sehingga selama 1 bulan "berkunjung " di dunia tidak berulah dan mengganggu manusia hidup.
Mereka juga punya kebiasaan memasang lentera pada perahu-perahu kertas kecil yang dihanyutkan ke sungai-sungai. Bermaksud semacam mengirim pesan kepada yang meninggal.

Persembahyangan Leluhur

Karena Persembahyangan di bulan 7 ini pada mulanya adalah – memang - diserukan untuk persembahyangan kepada leluhur, maka kita juga harus mengutamakan kesempatan ini sebagai momen untuk pelaksanakan persembahyangan kepada leluhur.

Masyarakat Tionghoa menganggap kehidupan setelah mati sama dengan kehidupan di dunia, maka mereka mengirim duplikat barang-barang yang ada di dunia. Biasanya terbuat dari kertas. Disebut sebagai 眀器míng qì. Benda-benda ini akan dibakar, yang berarti dimaksudkan untuk dikirimkan ke alam baka, kepada para sanak keluarga yang sudah meninggal. Biasanya mereka mengirim baju, sepatu, uang, emas bahkan cheque. Tentu saja semuanya hanya duplikat yang terbuat dari kertas belaka. Tetapi kita harus membaca makna yang tersirat, bakti yang tercermin dan ketulusan yang terungkapkan.

Maka di bulan 7 ini, semua meja abu akan dipenuhi sajian makanan kegemaran para leluhur dan sanak keluarga semasa hidupnya. Digelar upacara, dibakar dupa, dinaikkan doa sebagai bentuk persembahyangan kepada leluhur. Berucap semoga para arwah leluhur tenang, legawa meninggalkan dunia yang fana ini. Segala amal ibadahnya diterima, diampuni dosa-dosanya dan Ling Hun nya segera bersatu untuk kembali ke haribaan Tuhan.

Pola

Maka Persembahyangan King Ho Ping juga sering disebut dengan Bo Tho (dalam dialek Hokkian) atau 普渡pǔ dù . Pu = Universal ; Du = Melintas. Jadi para arwah yang tidak tersembahyangi tsb pada bulan 7 diberi ijin menyeberang melintas ke dunia manusia untuk memperoleh "sedikit" persembahyangan yang layak, yang hanya mereka dapatkan pada Bulan Arwah ini.

Dianggap – karena tidak mendapatkan persembahyangan dari keluarganya, tidak mendapatkan sajian (makanan) dari keluarganya – para arwah ini pasti "kelaparan". Maka mereka pasti akan "berebut" sajian. Dari sinilah muncul istilah Festival Hantu Lapar maupun istilah Sembahyang Rebutan.

Pada mulanya, di tempat-tempat ibadah – setelah persembahyangan selesai dilaksanakan – sajian dibagikan kepada para fakir miskin, yang pasti akan berebut. Tetapi – jaman berkembang – akhirnya yang berebut adalah semua umat – baik miskin maupun kaya – karena mereka punya keyakinan bahwa sajian persembahyangan adalah sesuatu yang membawa berkah ( barokah ) dan rakhmat serta keberuntungan bagi hidup manusia. Dan karena sajian tersebut jumlahnya kadang-kadang tidak berimbang dengan jumlah umat yang menginginkannya, maka berebutlah mereka.

目连救母Mù lián jiù mǔ

Persembahyangan King Ho Ping sudah ada jauh sebelum Ajaran Budha berkembang di Tiongkok. Tetapi Umat Budhis pun ikut melaksanakan persembahyangan ini. Yang dikaitkan dengan Kisah Bok Lian / Mu Lian yang menolong Ibunya (Mu Lian Jiu Mu) yang berada di Neraka. Kegiatan ini di kalangan umat Budhis dikenal dengan sebutan: Ulambana atau – juga dikenal dengan kegiatan - 盂兰盆会yú lán pén huì .

Dikisahkan bahwa ada seorang gadis bernama Mu Lian yang ingin sekali memberi makan ibunya yang sudah meninggal dan sedang dihukum di Neraka.
Dalam perjalanannya yang jauh dan panjang, Mu Lian akhirnya berhasil menemukan ibunya di Neraka, tetapi keinginan Mu Lian untuk memberikan makanan untuk ibunya susah sekali terlaksana dikarenakan makanan tsb selalu menjadi rebutan arwah-arwah yang lain di Neraka.Dalam keputusasaannya, Mu Lian bermohon kepada Sang Budha agar keinginannya bisa terwujud.

Singkat cerita, Sang Budha menjadi terharu akan kasih dan laku bakti seorang Mu Lian. Maka keinginan Mu Lian pun bisa terlaksana. Pada akhirnya ibunya berhasil menerima makanan dari anaknya.
Untuk memperingati peristiwa laku bakti Mu Lian, maka umat Budhis pada saat Zhong Yuan Jie di setiap tanggal 15 bulan 7 akan melakukan persembahyangan kepada mereka yang telah meninggal sekaligus memperingati Laku Bakti Mu Lian.

吳慧夢
23 Jitgwee2566

Daftar Pustaka:
蔡, 如茵, 2004, 中国节日故事: Popular Book Co. (PTE) Ltd


comments :

Please Log In to Write Your Comment

0 komentar